Ada Apa Dengan Negeri Ini!? Gara-gara Nyoblos Ahok, Warga Menolak Menshalatkan Jenazah Nenek Ini


Jenazah nenek 78 tahun diterlantarkan oleh masyarakat sekitar. Pasalnya, sang nenek yang sudah tak bisa jalan sejak lama itu memilih Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Djarot Saiful Hidayat saat Pilkada DKI putaran pertama.

Menurut keterangan Neneng, pasca nenek bernama Hindun bin Raisman itu mencoblos Ahok-Djarot, keluarganya menjadi pergunjingan. Neneng adalah putri bungsu Hindun.

"Kami ini semua janda, empat bersaudara Perempuan semua, masing-masing suami kami meninggal dunia, kini ditambah omongan orang yang kayak gitu, kami bener-bener dizalimin, apalagi ngurus pemakaman orang tuakami aja susah," ujar Neneng, pada Liputan6.com di kediamannya, Jalan Karet Raya II, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (10/3/2017).

Neneng menceritakan, kronologi jenazah ibundanya ditolak disalatkan di mushola oleh ustadz bernama Ahmad Syafii. Neneng mengatakan, saat itu dia dan keluarganya ingin agar jenazah Hindun disalatkan di mushola. Namun, ditolak oleh Ustadz Ahmad Syafii lantaran tidak ada orang di mushola.

Selain itu, tak ada orang yang menggotong jenazah Hindun ke mushola. Sehingga Ustadz Ahmad Syafii mensalatkan Hindun di rumahnya.

"Alasannya, nggak ada orang yang mau nyalatin (di mushola), padahal kami ini anak dan cucunya ramai salatin, tapi memang orang lain (warga lain) cuma empat orang (yang datang ke rumah)," terang Neneng.

Neneng menceritakan, saat Pilkada DKI empat petugas KPPS mendatangi rumah mereka untuk meminta Hindun ikut mencoblos. Tapi karena kondisi fisik Hindun yang ringkih, dia menolak datang ke TPS. Tapi, petugas tetap ingin mengambil suara Hindun.

"Pas pemilihan itu, Mak (Hindun) disuruh nyoblos, ya namanya orang tua udah nggak tau apa-apa, nyoblos asal aja. Kebetulan yang dicoblos nomor dua dan diliat sama empat orang petugas itu," terang Neneng.

Sejak itulah, kata Neneng, keluarganya dituduh sebagai pendukung penista agama. Pencoblosan yang disaksikan empat petugas KPPS itu berbuntut panjang, Neneng merasa ada yang salah dengan cara pemungutan suara terhadap ibunya. Namun, saat itu Neneng tak ambil pusing.

"Ya pas nyoblos itu kan terbuka, diliat orang banyak, saya ragu juga, bukannya nggak boleh diliat siapapun? Kan rahasi itu pilihan. Tapi, karena Mak sakit, ya udahlah, kami nggak ambil pusing, pokoknya nyoblos," terang Neneng.

Pencoblosan itu, ternyata jadi malapetaka. Keluarga mereka dituduh mendukung Ahok yang kini berstatus terdakwa dalam kasus penistaan agama.

"Nyatanya itu yang bikin masalah, keluarga kami dituduh keluarga kafirlah, mereka anggap kami semua milih Ahok, padahal itukan Mak nggak tau apa-apa, asal nyoblos aja," keluh Neneng.

Saat mau disholatkan, kata Neneng jenazah Hindun dipergunjingkan oleh warga. Keputusan Ahmad Syafii untuk mensalatkan ibunya di rumah dianggap sebagai keputusan atas spanduk yang dipasang di Mushola.

"Di sana banyak yang bilang, jangan disholatkan, itu pemilih Ahok," kata Neneng.

Ketika itu, kata Neneng, Ahmad Syafii berkata jenazah Hindun tak bisa disalatkan di Mushola Al-Mu'minun.

"Ustadz Pii (Ahmad Syafii) bilang, 'enggak usah mending di rumah aja percuma enggak ada orang' gitu katanya, padahal anak cucu Mak banyak yang mau salatin," terang Neneng.

Neneng merasa aneh dengan keputusan itu. Apalagi, jarak antara rumah dan mushala hanya berjarak beberapa meter saja. Namun, memiliki jalur yang cukup sempit.

Namun, Neneng heran, Ustadz Syafii yang menolak itu malah datang ke rumahnya dan memimpin salat jenazah. Di rumah Neneng, hanya empat orang tetangganya yang ikut melaksanakan salat jenazah.

"Kan aneh gitu, dia yang nolak, dia juga yang salatin," kata Neneng. (Liputan6/slhk)
Loading...

    Loading...