Sidang paripurna DPR RI, Rabu 16 Agustus 2016, yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo heboh lantaran doa penutup sidang yang dibacakan oleh politikus Gerindra, HR Muhammad Syafi’i, berisi banyak kritikan yang menohok.
“Jauhkan kami dari pemimpin yang khianat yang hanya memberikan janji-janji palsu, harapan-harapan kosong, dan kekuasaan yang bukan untuk memajukan dan melindungi rakyat ini, tapi seakan-akan arogansi kekuatan berhadap-hadapan dengan kebutuhan rakyat,” kata Syafi’i dalam doanya di Sidang Paripurna MPR/DPR 2016 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Bahkan dalam salah satu penggalan doanya dia juga meminta agar para pemimpin negara bertaubat kepada Allah.
“Ya Allah, kalau ada mereka yang ingin bertaubat, terimalah taubat mereka, ya Allah. Tapi kalau mereka tidak bertaubat dengan kesalahan yang dia perbuat, gantikan dia dengan pemimpin yang lebih baik di negeri ini, ya Allah,” kata Syafi’i.
Selepas sidang ditutup, reaksi dari masyarakat di dunia internet bermunculan. Komentar pro dan kontra terhadap isi doa tersebut bermunculan bahkan tak jarang terjadi perdebatan.
Dilansir dari jpnn.com, Syafi’i sendiri awalnya hanya tertawa saat dikonfirmasi tentang doanya yang telah menyita perhatian publik dan membuat gempar. Ia juga mengaku jika memanjatkan doa tersebut tanpa teks, mengalir begitu saja.
“Enggak pakai. Muncul saja. Tapi memang beberapa hari sebelumnya dimintain teks (oleh Setjen DPR), tapi saya bilang saya tidak pernah pidato atau baca doa pakai teks, tapi tergantung pada yang saya dengar yang saya lihat,” katanya di kompleks Parlemen Jakarta, Selasa (16/8/2016).
Ia mengaku sempat diminta teks doa oleh Setjen DPR. Namun karena memang dirinya tidak punya, maka dia tetap diijinkan untuk naik ke podium.
“Alhamdulillah dikasih hidayah sama Allah SWT,” tukas anggota Komisi III itu.
Perihal isi doanya yang dinilai sangat tajam dan menohok, ia mengaku jika apa yang disampaikannya hanya refleksi dari suasana hati masyarakat saat ini.
Syafi’i menegaskan jika apa yang disampaikan dalam doa tersebut sama sekali bukan pesanan dari Partai Gerindra. Ia siap menerima resiko atas hal tersebut.
“Sama sekali tidak ada. Ya kan setiap tindakan ada resikonya. Kita kan ingin memperbaiki. Kan itu juga ditutup dengan kalimat, kalau bertobat, ya bagus. Tapi kalau tidak tobat kan, kita ini sudah sengsara,” tutur anggota Dewan Penasehat DPP Gerindra.
Dirinya berharap ada perubahan sikap dari pemerintah setelah doa tersebut dipanjatkan. Ia menilai saat ini pemerintah dan rakyat dihadap-hadapkan secara bertentangan.
“Jadi pemerintah itu harus memberi manfaat. Jangan malah memanfaatkan rakyat. Gitu lho maksudnya,” ujar Syafi’i.
Lebih jauh, Syafi’i mengaku mendapatkan pesan pendek lebih dari 300 dan puluhan panggilan setelah doa tersebut. Menurutnya, semua memberikan apresiasi positif.
“(Doa) itu curahan isi hati. Dan saya semalam juga dapat telepon dari Medan, bahwa tanah sengketa dengan AURI itu sudah dimenangkan oleh rakyat di PN, PT, dan MA. Sudah inkracht. Tapi rakyat malah dipaksa untuk hengkang, karena mereka mau bangun perumahan yang lain,” pungkasnya.
Sumber: Surat Kabar
Loading...