Dalam perjalanan dakwahnya, Kanjeng Sunan Ampel bertemu dengan seorang pertapa di pinggir sungai. Laki-laki berpenampilan kusut masai ini terlihat berlari dari pinggir ke tengah sungai. Berulang kali. Terus menerus. Tiada henti. Tiada kehilangan semangat. Semakin sering gagal, sesering itu pula dia mencoba dan terus mencoba.
“Ki sanak,” tegur Kanjeng Sunan AMpel, “apa yang engkau lakukan?”
“Apa urusanmu dengan perbuatanku ini?” bentak si pertapa. Bola matanya hampir keluar.
“Maaf jika pertanyaanku menggangumu. Aku hanya ingin mengetahui apa yang engkau lakukan.” Ujar Kanjeng Sunan Ampel. Santun.
“Aku sedang belajar berjalan di atas air.” jawab laki-laki tak bernama itu.
“Oh.. Sudah berapa lama engkau mempelajarinya?” lanjut Kanjeng Sunan.
“Dua belas tahun.” seru si laki-laki dengan nada tinggi.
“Engkau telah membuang-buang waktu selama itu.” ungkap salah satu sesepuh Walisanga ini.
“Apa kau bilang? AKu tidak membuang-buang waktu. Lihatlah, aku sudah bisa mencapai setengah lebar sungai selama dua belas tahun.” bentak si laki-laki.
“Jadi, engkau membutuhkan dua belas tahun lagi untuk bisa menyeberangi sungai ini?” sindir Kanjeng Sunan.
“Apa urusanmu? Enyahlah engkau, wahai orang tua!” si laki-laki naik darah. Dia tidak tahu siapa yang diajak bicara.
***
Kanjeng Sunan Ampel pun pergi. Tak lama kemudian, dari jarak yang tidak terlalu jauh dengan si laki-laki, Kanjeng Sunan Ampel terlihat menyeberangi sungai seraya berdiri, tanpa menyentuh air. Si pertapa tidak percaya melihat pemandangan itu.
Ia bergegas mendekat, lalu berenang ke arah Kanjeng Sunan Ampel yang menyeberangi sungai dengan santainya.
“Tuan, ajari aku. Maafkan kesalahanku. Aku ingin bisa melakukan ini sebagaimana engkau lakukan.” pinta si laki-laki.
***
Kisah ini masyhur di kalangan kaum Muslimin Tanah Air. Banyak hal-hal ajaib yang sering disebut karomah. Sayangnya, terhadap kisah menyeberangnya Sunan Ampel di sungai tanpa menyentuh air ini salah dipahami oleh banyak kaum Muslimin.
Dalam bukunya Dari Bilik Sebuah Kamar, Rachmatullah Oky dalammenyebutkan bahwa Kanjeng Sunan Ampel menyeberangi sungai dengan menggunakan sampan. Beliu memanfaatkan barang-barang yang ada berupa kayu dan batang pohon pisang lalu dirangkai dengan tangannya sendiri.
Setelah mampu menyeberangi sungai tanpa basah sedikit pun, Kanjeng Sunan memberitahukan kepada si laki-laki agar menggunakan akalnya dengan baik, agar memanfaatkan karunia yang diberikan oleh Allah Ta’ala dalam rangka ibadah kepada-Nya.
Melalui kisah ini, Kanjeng Sunan Ampel hendak memberitahukan kepada kaum Muslimin bahwa dakwah adalah seni menghadirkan solusi. Ia tidak cukup dengan menyalahkan lalu berpangku tangan. Dakwah adalah memberi tahu, kemudian menghadirkan solusi atas persoalan yang dihadapi umat. Bukan mencaci tanpa kontribusi.
Wallahu a’lam. [*]
Loading...