Cerita Pengikut 'Dimas Kanjeng' Yang Pernah Belanja Dengan Uang Ghaib

Pimpinan tertinggi Padepokan Kanjeng Dimas Taat Pribadi (47), warga Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Probolinggo, punya ribuan pengikut yang tersebar di seluruh Indonesia.

Saat ini, Dimas resmi ditahan oleh jajaran Kepolisian Daerah Jawa Timur, setelah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan terhadap dua anggota padepokan.

Kendati demikian, sebagian 'santri' Dimas Kanjeng masih meyakini pimpinannya itu tak bersalah.

Bahkan, mereka masih meyakini bahwa suatu saat nanti, mahar yang telah diberikan akan terbayar dengan nominal berkali lipat.


Nur Kamto (52), warga Desa Undaan Lor, Kecamatan Undaan, tengah sibuk membantu para tukang merenovasi rumahnya, saat Tribun Jateng bertandang.

Mengenakan lurik lengan panjang warna dominan hijau, Kamto kemudian bercerita mengenai pengalamannya menjadi 'santri' Dimas Kanjeng Taat Pribadi.

"Saya tahu pertama kali sosok Dimas Kanjeng pada sekitar tiga tahun lalu, melalui tayangan video," ucap Kamto, memulai cerita.

Selanjutnya, sambung Kamto, ia bertemu dengan seorang warga Desa Undaan Tengah, yang telah terlebih dahulu menjadi 'santri' Dimas Kanjeng.

Ia pun kemudian diajak untuk ikut pengajian yang diselenggarakan para 'santri' yang ada di Kudus.


"Ndak ada uang pendaftaran, hanya saat pertama kali ikut itu kami menyerahkan mahar secara sukarela sebesar Rp 500 ribu," kata penjaga sebuah sekolah dasar (SD) di Kecamatan Undaan itu.

Seiring berjalannya waktu, ia berkesempatan bertatap muka secara langsung dengan Dimas Kanjeng, di sebuah acara pengajian yang digelar para 'santri'nya di hotel berbintang yang ada di Kudus.

"Pada 2015, Dimas Kanjeng ke sini, menemui para 'santri'," ucapnya.

Usai bertemu langsung, Kamto mengaku tambah terpesona oleh sosok Dimas Kanjeng, yang menurutnya begitu berwibawa dan berkharisma.

Dengan beberapa 'santri' lain asal Kudus, ia pun beberapa kali menyempatkan diri untuk berkunjung ke Padepokan Kanjeng DimasTaat Pribadi, di Probolinggo.

Hingga kini, setidaknya ia telah lima kali berkunjung ke padepokan.

Di padepokan, menurut Kamto, ia dengan mata kepala sendiri melihat Kemampuan Dimas Kanjeng, mendatangkan uang dalam sekejap.

"Saat itu ratusan 'santri', -beberapa di antaranya adalah tokoh terkenal dari Jakarta,- dikumpulkan dalam sebuah ruang. Dimas Kanjeng duduk di kursi, perwakilan dari kami diminta untuk memeriksa jubah yang dikenakan, dan juga kursi yang diduduki," tuturnya.

Usai menyeruput segelas kopi, Kamto melanjutkan cerita.

Dari pemeriksaan yang dilakukan para 'santri' tak ditemukan satu lembar pun uang yang ada di dalam jubah maupun di kursi.

Setelah itu, lanjut Kamto, Dimas Kanjeng mengajak para santri untuk berzikir, tahlil, dan juga membaca ayat suci Al Quran.

"Tak lama kemudian Dimas Kanjeng merogoh jubah, dan keluarlah duit ratusan ribu, pun demikian dari balik kursi yang diduduk," cerita Kamto.

Usai melihat kejadian itu, Kamto benar-benar bertambah yakin bahwa Dimas Kanjeng punya kelebihan ilmu untuk mendatangkan uang secara gaib.

"Saya menyaksikan sendiri, bukan katanya-katanya," tandas Kamto.

Saat berpamitan pulang, Kamto mengaku diberi Dimas Kanjeng uang Rp 1 juta.

Uang itu, menurut dia, adalah lembaran kertas yang didatangkan Dimas Kanjeng secara gaib dari balik jubahnya.

"Sesampai di Kudus saya belanjakan beras dan kebutuhan sehari-hari, uangnya ya laku, bukan uang palsu atau mainan," imbuhnya.

Disinggung sudah berapa kali berkunjung ke padepokan, menurut Kamto, setidaknya ia telah lima kali bertandang ke sana.

Ia pun mengaku setidaknya telah menyerahkan uang mahar hingga jutaan rupiah.

"Oleh Dimas Kanjeng, saya diberi bungkusan kain hitam, yang dimasukkan ke dalam kantong kresek warna merah. Sampai saat ini saya tak berani membuka bungkusan itu, belum waktunya. Nanti kalau sudah waktunya, dan benar-benar cair akan saya kabari dan saya beri bagian," ucap Kamto.

Hingga saat ini, ia meyakini Dimas Kanjeng adalah sosok yang baik.

"Saya tak yakin Dimas Kanjeng terlibat pembunuhan. Setiap ketemu, ia selalu berpesan selalu berdzikir dan ingatlah kepada Allah, jangan sombong, dan jangan 'kedunyan'," kata Kamto.

Ia pun, hingga kini, tak merasa menjadi korban penipuan atau semacamnya.

"Saya tak merasa menjadi korban penipuan atau semacamnya. Saya selalu ikhlas menjalani," tandasnya. (yayan isro roziki/tribunnews)
Loading...

    Loading...