Dimas Kanjeng sejatinya sempat menempuh bangku kuliah. Hanya saja, dia berkuliah sampai semester VII di Malang. Studinya pun ditempuh dengan biasa-biasa saja. Hanya saja, di antara sekian banyak guru, salah seorang yang paling membekas adalah almarhum Abah Ilyas asal Mojokerto yang wafat pada 10 Juli 2009.
Menurut Ibrahim Taju, salah seorang pentolan Padepokan Dimas Kanjeng, murid Abah Ilyas banyak. "Dan menurut penuturan Yang Mulia (sebutan Dimas Kanjeng, Red), dia bukanlah yang terpandai," ujarnya. "Namun yang paling manut. Jika disuruh apa saja tak pernah bertanya atau membantah. Langsung dilakukan," imbuhnya.
Itulah yang kemudian membuat Ilyas sayang dan konon mewariskan ilmu menggandakan uang atau barang secara gaib tersebut.
Dari Ilyas itulah Dimas Kanjeng mendapatkan jodoh. Pada 1994 dia menikahi istri pertamanya, Rahma Hidayati, sesama murid Ilyas yang juga tetangganya sendiri di Probolinggo. Mereka kemudian mempunyai tiga anak, yakni Sariwatul Wahida serta dua anak kembar Radery dan Radeni.
Rahma juga bukan orang sembarangan. Dia anak orang kaya. Tanah yang ditempati padepokan sekarang konon milik Rahma. Saat awal membangun pada 2006, tanahnya seluas 2 hektare.
Dalam waktu setahun, pengikut yang semula hanya sekitar 50 orang berkembang menjadi kira-kira 2 ribu. Hingga saat terakhir sebelum Dimas Kanjeng ditangkap polisi, pengikutnya mencapai 23 ribu orang. Luas tanah yang ditempati padepokan juga berkembang menjadi 7 hektare.
Menurut sejumlah murid Dimas Kanjeng, Rahma menjadi pendukung kuat yang membesarkan Padepokan Dimas Kanjeng dalam sepuluh tahun terakhir.
Seperti diberitakan sebelumnya, Dimas Kanjeng terlahir dengan nama Taat Pribadi pada 28 April 1970. Lelaki itu sejak kecil sudah kerap menjadi perhatian. "Rumahnya itu lho, di timur Pasar Wangkal," kata Sriatun, warga setempat yang mengaku adiknya teman main Dimas Kanjeng sejak kecil
Dimas Kanjeng lahir dari keluarga biasa-biasa saja. Ayahnya, jelas Sriatun, bernama Mustain, pernah menjabat Kapolsek Gading. Istri Mustain, Ngatri, adalah ibu rumah tangga biasa. Mustain meninggal pada 1992, sedangkan Ngatri menyusul pada 2002.
Baca Juga: Cerita Ngeri Di Balik Misteri Sepeda Yang Tertancap Di Pohon
Pria yang dipanggil Mas Kanjeng oleh lingkaran terdekatnya tersebut adalah anak kelima di antara enam bersaudara. "Anaknya aktif dan banyak kegiatan," ucap perempuan 50 tahun tersebut. "Juga baik," imbuhnya. (***)
Loading...