Peringatan Kematian


Ingat Mati (Dzikrul Maut)

BETAPA kuatnya nasehat kematian, sehingga Rasulullah saw. Selalu melakukan ziarah qubur dan mengingat kematian. Dan memerintahkan kepada umatnya untuk berziarah kubur dan mengingat kematian. ” Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan” (HR At-Tirmidzi). Demikian anjuran Rasulullah saw. untuk mengingat kematian, karena mengingat kematian akan meningkatkan kesadaran dan jati diri manusia dalam kehidupan dunia. Mengingat kematian juga akan memberikan dampak positif dalam kehidupan dunia, berupa lembutnya hati, peka dan cepat merespon sehingga terpacu untuk melakukan amal saleh dan meninggalkan kemaksiatan.

Rasulullah saw. bersabda: “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur, sekarang ziarahilah kubur, karena melembutkan hati, meneteskan airmata, mengingat akhirat dan berkata jorok,” (HR Al-Hakim). Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i setelah menguburkan saudaranya yang meninggal, berdiri di depan kubur, berusaha memahami bahasa kuburan dan berdialog: ”Aku bertanya pada kuburan, mana harta dan perabotan? Mana kecantikan dan daya tarik? Mana kejayaan dan kesombongan? Mana kehinaan?” Demikianlah salafu shalih berinteraksi dengan kuburan.

Orang yang senantiasa mengingat kematian adalah orang yang paling cerdas. Ukuran kecerdasan seseorang dilihat dari sejauh mana dia bertindak secara efektif dan efesien, berbuat untuk kepentingan diri dan orang lain dan memiliki Visi – Misi jauh kedepan serta memiliki pengendalian diri yang kuat. Dan dengan mengingat kematian seseorang akan beramal sesuai dengan ukuran-ukuran tersebut. Rasulullah saw. ditanya oleh salah seorang sahabat dari Anshar, Ibnu Umar menceritakan:” Siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia wahai Rasulullah saw?” Rasul saw. menjawab:” Orang yang paling banyak ingat kematian dan paling banyak mempersiapkan untuk menjumpainya, mereka itulah orang-orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat,” (HR Ibnu Majah).

Bagi orang-orang beriman yang menyakini hari akhir dan kesenanganan di surga, kematian berarti kunci untuk mendapatkan keni’matan tersebut dan mereka sangat rindu bertemu kekasihnya, Allah SWT. Dan terbebas dari beban-beban dan kesulitan hidup di dunia, karena dunia adalah penjara bagi orang – orang beriman. Sejarah telah membuktikan bagaimana orang-orang yang mencari kematian, merekalah yang mendapatkan kemuliaan di dunia. Para syuhada dalam jihad dan perjuangan merekalah yang mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Abu Bakar as-Shiddiq berkata: ”Bersemangatlah untuk meraih kematian, niscaya Allah akan memberikan padamu kehidupan”. Karena sejatinya orang yang mati syahid di jalan Allah, tidaklah mati, tetapi hidup disisi Allah SWT, hidup di alam barzakh dan hidup di akhirat.

Dzikrul maut telah membakar semangat orang-orang beriman untuk terus beramal shalih, berdakwah dan berjihad dengan tanpa pamrih dan tanpa butuh publikasi media masa. Karena mereka menyakini bahwa semua itu akan dicatat dan dipublikasikan di akhirat kelak. Disinilah perbedaan antara pahlawan dan selebriti. Para pahlawan senantiasa beramal dan berkorban sehingga merubah arah sejarah, mendapat sanjungan dan publikasi yang luas ketika mereka hidup dan meninggal. Sementara selebiriti selalu mencari publikasi untuk mempopulerkan dirinya. Mereka bagian dari korban sejarah dan hanya mendapat sanjungan sebelum meninggal, tetapi setelah meninggal, berita mereka hilang ditelan masa. Para pahlawan selalu mencari kematian sedangkan selebriti selalu mencari kehidupan.

Kehidupan Sesudah Kamatian (Al-Hayaatu ba’dal Maut)

Bagi orang beriman kematian merupakan salah satu fase dalam kehidupan yang panjang. Batas akhir dari kehidupan dunia yang pendek, sementara, melelahkan dan menyusahkan untuk menuju akhirat yang panjang, kekal, menyenangkan dan membahagiakan. Di surga penuh dengan keni’matan yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan belum terlintas oleh pikiran manusia. Sementara bagi orang kafir, berupaya menghindar dari kematian dan ingin hidup di dunia 1000 tahun lagi. Tetapi sikap itu adalah sia-sia, dan utopia belaka, karena kematian pasti datang menjumpainya, suka atau tidak suka.

Al-Barra bin ’Azib menceritakan hadits yang panjang riwayat imam Ahmad perjalanan seseorang setelah kematian. Seorang mukmin yang akan meninggal dunia disambut ceria oleh malaikat dengan membawa kafan surga. Kemudian datang malaikat maut duduk diatas kepalanya dan memerintahkan ruh yang baik untuk keluar dari jasadnya. Selanjutnya disambut oleh malaikat dan ditempatkan di kain kafan surga dan diangkat ke langit. Penduduk langit dari para malaikat menyambutnya, sampai di langit terakhir bertemu Allah dan memerintahkan pada malaikat:” Catatlah kitab hambaku ke dalam ’illiyiin dan kembalikan ke dunia”. Maka dikembalikan lagi ruh itu ke jasadnya dan datanglah dua malaikat yang bertanya: Siap Tuhanmu? Apa agamamu? Siapa lelaki yang diutus kepadamu? Siapa yang mengajarimu? Hamba yang beriman itu dapat menjawab dengan baik. Maka kemudian diberi alas dari surga mendapat keni’matan di kubur dengan selalu dibukakan baginya pintu surga dilapangkan kuburnya dan mendapat teman yang baik, dengan wajah yang baik, pakaian yang baik dan aroma yang baik. Lelaki itu adalah amal perbuatannya.

Sedangkan seorang yang kafir ketika akan meninggal dunia, datanglah malaikat hitam dengan membawa kain kotor. Datanglah malaikat maut dan duduk dikepalanya dan memerintahkan ruh yang buruk untuk keluar dari jasadnya. Malaikat maut menarik ruh itu dari jasadnya seperti menarik duri dari kain wol yang basah. Setelah itu ditaruh di kain yang kotor dan terciumlah bau busuk menyengat. Kemudian dibawa naik ke langit. Dan setiap naik ke langit para malaikat mempertanyakan ruh yang bau busuk tersebut. Dan ruh itu tidak sampai naik langit dimana Allah berada disana dan tidak bertemu Allah. Allah memerintahkan untuk mengembalikan ke jasadnya dan dicatat dalam kitab Sijjin. Datang kedua malaikat bertanya sebagaimana pertanyaan diatas, tetapi orang kafir itu hanya berkata oh-oh dan tidak dapat dijawabnya. Setelah itu diberi alas dari neraka, mendapat siksa kubur dan neraka selalu dibukakan pintunya. Dan ditemani dengan teman yang buruk wajahnya, buruk pakaiannya dan buruk baunya. Teman itu adalah amalnya ketika di dunia.

Demikianlah, kematian merupakan sebuah pintu pembuka dari kebahagiaan yang abadi atau kesengsaraan yang abadi. Tidak ada pilihan ketiga. Setiap manusia akan melewati pintu itu cepat atau lambat. Dan hakikatnya segala sesuatu yang akan terjadi adalah cepat, karena waktu itu cepat berlalu. Sudah siapkah kita? Lalu persiapan apa yang harus kita lakukan? Hanya ada 3 bekal, harta yang diinfakkan, ilmu yang diamalkan dan anak sholih yang mendo’akan. Sedangkan landasan dari ketiganya yaitu, iman dan taqwa.

Detik-detik Rasulullah saw. menuju Ar-Rafiqul A’la (Daqaiq Rasul ila ar-Rafiqul ’Ala)

Agar kematian kita menjadi indah, agar peringatan kematian berpengaruh sangat kuat, maka alangkah baiknya jika kita mengetahui detik-detik terakhir Rasulullah saw. menuju Ar-Rafiqul A’la.

Isyarat itu berawal ketika Rasulullah saw. menunaikan Haji Wada’ dimana beliau mennyampaikan khutbah yang sangat menyentuh dan diawali:” Wahai manusia dengarkanlah ucapanku, sesungguhnya aku tidak tahu, mungkin tidak akan bertemu kalian lagi selepas tahun ini di tempat ini selamanya”. Dan setelah khutbah selesai, maka turunlah surat al-Maa-idah 3, ”Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu, dan Aku cukupkan bagimu ni’mat-Ku, dan telah Aku ridhai bagimu Islam sebagai agamamu”. Saat mendengar ayat itu, Umar ra menangis, dan ketika ditanya kenapa anda menangis ? Umar menjawab:” Karena tidak ada setelah kesempurnaan kecuali kekurangan”.

@islampos
Loading...

    Loading...