DARI TERAS RUMAH INDONESIA INI HANYA BUTUH 10 LANGKAH KE DAPUR SUDAH BERADA DI TANAH MALAYSIA


Mapangara (50) dan keluarganya mengalami hal yang dilematis, bagaimana tidak, rumah kediaman mereka sebagian berada di wilayah Indonesia dan bagian lainnya berada di wilayah Malaysia. Sepintas rumah ini nampak seperti rumah biasa, dicat merah putih, terletak di sudut jalan Desa Aji Kuning, Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara. Bagian dapurnya berada di atas tanah Malaysia, dapur ini digunakan Hasida (53), istri Mapangara untuk menjahit baju pesanan tetangga.

Setiap kali Hasida ingin mengambil benang atau keperluan lain untuk menjahit, dia harus melangkah ke ruang depan yang berada di atas tanah Indonesia. Ya, rumah yang ditinggali Hasida bersama keluarganya selama 16 tahun terakhir "terbelah" karena berada di tapal batas antar-negara.

Tak sampai 10 meter dari rumah Hasida tertanam patok batas antar negara. Biasanya warga Kecamatan Sebatik menyebutnya Patok 3. Tepat di samping Patok 3, terdapat pos penjagaan Satgas Pamtas. Jika ditarik garis antar-patok batas negara, dapur rumah Hasida memang sudah masuk wilayah daratan Malaysia.

Mapangara (50), suami dari Hasida, mengatakan, mereka menempati rumah yang dahulunya berfungsi sebagai kantor dan tempat menyimpan biji koko milik ayah angkatnya Ambo Ala tersebut sejak tahun 2001. Saat itu, dirinya baru pulang merantau dari Malaysia bersama istri dan ketiga anaknya. Ambo Alla adalah pengepul biji kokoa yang dibeli dari warga Sebatik dan dijual ke Tawau Malaysia.

"Bapak angkat saya masih ada sekarang di Malaysia. Dulu rumah ini, atas untuk kantor, bawah untuk menampung kokoa. Sampai di luar situ kalau penuh," ujarnya.

Rumah yang ditempati keluarga warga negara Indonesia ini hanya berukuran 3x6 meter dengan dua kamar dan satu ruang yang difungsikan sebagai dapur, kamar mandi dan ruang keluarga.

Merasa sempit, Mapangara kemudian membangun dapur di lahan belakang rumahnya tersebut. Kebetulan pemilik lahan yang persis berada di bantaran Sungai Aji Kuning tersebut adalah kawannya sejak membujang di Sebatik.

Dengan persetujuan kawan lamanya, pada tahun 2004, dia membangun dapur seluas 3x4 meter.

"H Makka itu warga Malaysia, kawan bujang saya sejak tahun 1977 sebelum saya merantau ke Malaysia. Sekarang sudah meninggal. Sampai sekarang kami tidak dipungut sewa oleh keluarga mereka," ujar Mapangara.

Pada mulanya tidak ada yang merasa aneh dengan rumah Mapangara yang sebagian berada di wilayah Indonesia, sebagian lagi di Malaysia.

Hingga kemudian, nasib rumah yang terbuat dari kayu tersebut berubah drastis ketika hubungan kedua negara memanas karena perseteruan di ambang batas Laut Ambalat Perairan Karang Unarang pada Maret 2005.

Sejak saat itu, kawasan di sekitar rumah Mapangara dipenuhi tentara yang bertugas menjaga kedaulatan NKRI.

"Banyak sekali tentara di sini, sampai membuat barak," tuturnya.

Sejak saat itu, lanjut dia, banyak sekali jurnalis yang datang berburu berita di sekitar wilayah perbatasan, termasuk di Patok 3 Aji Kuning. Rumahnya menjadi tersohor.

Rumahnya kerap mengundang rasa penasaran. Menurut Mangapara, wisatawan, pejabat tinggi militer bahkan hingga sekelas menteri, pernah menginjakkan kakinya di rumah tersebut.

Hasida berkelakar, hanya dengan masuk di rumahnya, orang dari kedua negara tidak akan takut ditangkap aparat karena masuk wilayah negara lain tanpa dokumen perjalanan.

"Setiap hari ada saja orang datang. Bahkan belum kami bangun orang sudah orang menggambar (memfoto) rumah kami," ucap Hasida.

Mapangara dan Hasida mengaku tak pernah keberatan dengan kedatangan orang asing di rumah mereka. Menurut pria kelahiran Kota Bone ini, tak hanya orang Indonesia yang penasaran, warga Malaysia juga memiliki perasaan serupa.

"Tapi kalau media dari Malaysia tidak banyak, hanya TV 3 yang meliput," ungkap Mapangara.

SUMBER TRIBUNNEWS
Loading...

    Loading...